Standar Pembiayaan Pendidikan

Draft naskah akademik Standar Pembiayaan yang hanya mencakup biaya operasional SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA negeri dan swasta yang tengah dibahas dalam uji publik oleh stake holder dinilai sejumlah peserta uji publik terlalu detail atau rinci. Para peserta pun khawatir dengan draft seperti itu akan sulit diterapkan oleh sekolah. Karena itu, sangat disayangkan.

Demikian benang merah yang dapat ditarik dalam diskusi mengenai paparan tim ahli standar biaya pendidikan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menjelang diskusi kelompok sesaat setelah dibuka Ketua BSNP Prof Dr Yunan Yusuf dalam pembukaan Uji Publik Standar Pembiayaan yang diikuti stake holder pendidikan dari seluruh Indonesia, Jumat (15/12).

"Kalau saya pelajari draft naskah akademik standar pembiayaan yang memuat secara dan begitu rinci pembiayaan sejumlah komponen operasional pendidikan, saya khawatir tidak dapat dilaksanakan di lapangan. Kalau pun bisa, mungkin akan banyak pelanggaran yang dilakukan kepala sekolah atau guru di sekolah," jelas Dr. Fathoni Rozly, peserta dari Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Pusat.

Menurut dia, seharusnya tim ahli perumus standar pembiayaan BSNP ini tidak menyusun naskah akademik seperti ini. Sebab, akan sulit dilaksanakan oleh kepala sekolah atau guru. Karena itu, perlu direvisi karena dikhawatirkan jika draft naskah akademik ini selesai dibahas dan direkomendasikan kepada pemerintah sebagai peraturan pemerintah atau peraturan menteri akan sangat merepotkan sekolah.

Fathoni juga menyatakan kesalutannya kepada tim ahli yang telah membuat draft naskah akademik ini. Namun dia balik bertanya apakah perbandingan biaya yan diperoleh dari sejumla daerah di Indonesia sudah sangat valid atau sesuai dengan kondisi saat ini. Apalagi kalau dikaitkan dengan komitmen pemerintah daerah terhadap anggaran pendidikan.

Menanggapi masalah ini ketua tim ahli standar biaya pendidikan Dr. Ninasapti Triaswati yang juga dosen pada fakultas ekonomi Universitas Indonesia itu mengatakan, draft naskah akademik ini memang sudah disusun sedemikian rupa dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari informasi dan data yang diperoleh di lapangan.

Ketua BSNP Yunan Yusuf mengemukakan, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan pendanaan pendidika menjadi tanggunjawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Untuk itu, mutlak dikembangkan standar pembiayaan pendidikan. "Pembiayaan pendidikan tersebut mencakup biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal," paparnya.

Biaya investasi pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, biaya pengembangan sumber daya manusia, modal kerja tetap. Selain itu, biaya personal yang harus dikeluarkan tiap peserta didik.

Dikutip dari : http://www.jugaguru.com/news/31/tahun/2006/bulan/12/tanggal/17/id/296/

1 komentar:

  1. Standar pembiayaan pendidikan menurut saya adalah suatu pengeluaran berupa materi yang sangat dibutuhkan pada saat sekolah atau kuliah. Setiap tingkatan akan berbeda pengeluaran biayanya. Mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) hingga Perguruan Tinggi (PT). Mengapa demikian?? Karena tiap tingkatan itu mempunyai tingkatan belajar yang berbeda. Sebagai contoh di Sekolah Dasar (SD) kita belajar hanya dasar-dasar ilmu pengetahuan yang belum disertai oleh praktek. Mungkin ada praktek namun tidak terlalu mendetail. Lalu setelah masuk SLTP dan SLTA maka akan ada tingkatan lebih dalam belajar. Misalkan praktek yang dilaksanakan itu lebih mendetail dan membutuhkan alat-alat yang lebih lagi. Secara materi pasti akan lebih besar pengeluarannya. Karena tidak mungkin misalkan kita praktek biologi untuk mengamati sel-sel yang terdapat pada tumbuhan tidak memerlukan alat yang canggih. Maka perlu biaya pembelian alat praktek.
    Namun setelah pemerintah mengucurkan dana untuk pendidikan, maka seharusnya secara otomatis biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh orang tua murid berkurang. Kita ambil contoh Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang diberikan Pemerintah kepada sekolah-sekolah untuk meringankan biaya pendidikan yang dibutuhkan tiap-tiap sekolah. Sehingga saat ini sekolah-sekolah milik Pemerintah ada yang gratis atau bebas biaya apapun. Ini adalah program kerja 9 tahun belajar. Maksudnya adalah setidaknya anak-anak Indonesia bisa sekolah minimal sampai lulus SLTP sehingga mereka tidak buta huruf dan buta angka yang mungkin dapat meminimalisir kebodohan dan kemiskinan. Namun nyatanya masih ada saja sekolah yang sudah mendapatkan Dana BOS tapi msih dipungut biaya ini itu. Entah uang Dana BOS itu mengalir kemana. Yang jelas, belum semua sekolah-sekolah bisa menggratiskan orang tua murid dari biaya pendidikan.

    BalasHapus